Karena baru pertama kali ngurus anak sendiri, menyusui, bikin MPASI, ngurus baby yang sakit, panik saat baby muntah, and so on.
Tapi semua perasaan khawatir itu hilang.. saat hadir baby kedua. Agak lebih pede saat nangani baby kedua, lebih merasa tau segala sesuatu soal baby, yang tadinya terlalu berhati-hati jadi tidak terlalu ambil pusing dengan hal kecil.
Lalu semua berubah ketika baby kedua semakin besar.. mulai bertengkar dengan kakaknya, mulai protes ketika makan tidak sesuai dengan keinginannya, dan seterusnya. Karena kedua anak kami ini lelaki.. so jangan harap perang mulut saja yang terjadi.. perang fisik pun ada maak..
Lalu semua berubah ketika baby kedua semakin besar.. mulai bertengkar dengan kakaknya, mulai protes ketika makan tidak sesuai dengan keinginannya, dan seterusnya. Karena kedua anak kami ini lelaki.. so jangan harap perang mulut saja yang terjadi.. perang fisik pun ada maak..
Ditambah lagi saat ini baby kedua (yang sudah bukan baby), tingkahnya mulai ajaib. Ego sentris nya muncul.. sampai kakaknya pun sering kalah saat debat or perang mulut dengan adiknya ini.
Dua anak, dua kepribadian yang berbeda. Sang kakak kalem dan santai, adiknya sangat aktif dan bossy banget.
Saya sebagai emak yang baru saja kembali belajar menjadi emak.. sering blank saat bocah nomor dua ini sudah bertingkah. Segala macam artikel soal tantrum sudah dibaca dan coba dipraktekkan.. salah satunya ini (source: facebook) :
sudah dicoba.. dan ternyata lumayan bisa, tapi tidak selalu berhasil yaaa saudara saudara.
Ada beragam tips menghadapi tantrum..
ada yang menyarankan agar anak dipeluk, ow ow.. untuk memeluk bocah yang satu ini saat tantrum agak sulit yes, karena tubuh dia yang besar dan tenaganya sangat kuat.
Mungkin untuk anak perempuan bisa ya, karena biasanya lebih ke perasaan.
Tapi untuk anak laki-laki tidak selalu berhasil, harus cari cara atau tips lain untuk menghadapi tantrum nya.
Jadi intinya, gak semua tips bisa berhasil..harus lihat kondisi dan tipe anak kita. Tapi gak ada salahnya dicoba ya daripada sama sekali blank dan kemudian berakhir dengan membentak atau bahkan melayangkan kekerasan fisik pada anak.. oh nooo!
Saya menemukan artikel dan ikut free webinar dari positiveparenting(dot)com, temanya tentang Get Kids Listen without nagging, reminding or yelling. Kira-kira begini isinya :
Ketika timeout sudah tidak efektif lagi, seringkali sikap yg diambil berakhir dengan hukuman (punishment) yang bersifat Blame, Shame dan Pain, dan ini kemungkinan besar akan membuat anak mulai berbohong karena dia takut.
Where did we ever get the crazy idea that in order to make children DO BETTER, first we have to make them FEEL WORSE? - Jane Nelsen, EdD-Disiplin bukan berarti memberi hukuman, tetapi mengajarkan anak membuat keputusan yang lebih baik dari sebelumnya. Salah satu strategi disiplin untuk anak > 2.5 th yaitu dengan menyampaikan konsekuensi dari tindakan yang anak lakukan, yang membuat dia belajar membuat pilihannya sendiri.
5 hal dalam memberikan konsekuensi :
🌻 Respectful : tidak membuat anak merasa blame, shame , and pain. Bicarakan konsekuensi dengan anak dalam suasana tenang dan menghormati mereka. Jangan dilakukan saat anak sedang berulah, tapi saat anak sudah lebih tenang
🌻 Related to the miss behaviour : konsekuensi berhubungan dengan ketentuan yang dilanggar, agar anak merasa diperlakukan dengan adil. Misal : jika tidak gosok gigi maka tidak bisa makan permen, coklat & es krim selama 3 hari
🌻 Reasonable : durasi konsekuensi sesuai dengan usia anak
🌻 Revealed in advance : beritahukan konsekuensinya pada anak sebelum dia berulah
🌻 Repeated back : pastikan anak mengerti konsekuensinya dengan meminta anak untuk mengulang konsekuensi yg disepakati
Yang diperhatikan saat berbicara soal ulah/tindakan dan konsekuensinya :
jangan gunakan kalimat "Tuh kan sudah mama bilang ..." tapi yakinkan anak bahwa kita yakin di lain waktu dia akan membuat pilihan yang lebih baik.
Tidak semua tindakan/ulah bisa efektif dicegah dengan konsekuensi, contoh : sibling rivalry, membantah, tantrum, mogok di pagi hari, tidak mau mengerjakan PR, merengek.
Kira-kira begitu yang saya tangkap.. semoga bermanfaat ya.
Sebenarnya ikut webinar dan seminar parenting bukan berarti saya sudah berhasil mempraktekkannya ya.
Perjuangan masih panjang.. harapannya cuma satu, saya bisa menjadi ibu yang lebih baik bagi anak-anak.. meski perlahan tapi tidak mundur lagi ke belakang. Aamiin.. 😊
No comments:
Post a Comment