Tanggal tua erat hubungannya dengan uang yang semakin menipis dan irit makan, sering juga dikaitkan dengan mahasiswa yang sedang merantau. Tanggal berapa sebenarnya tanggal tua itu ?
Jawabannya tergantung, tergantung tanggal berapa anda gajian, dapat penghasilan, atau dapat kiriman 😄
Biasanya begitu ya, begitu dapat gaji langsung berasa semua pening dan gelisah hilang. Dulu saat saya masih bekerja di ranah publik, tanggal muda kami sama seperti keluarga pegawai negeri pada umumnya, tanggal 1. Tapi sekarang mundur menjadi tanggal 20 setiap bulannya, dan pertanyaan suami tentang budget mungkin baru muncul di minggu ketiga, "Mel, masih ada jatah makan diluar gak?" tipikal keluarga pekerja ya.. mungkin berbeda kondisinya dengan keluarga dengan wirausaha sebagai penghasilan utamanya.
Jawabannya tergantung, tergantung tanggal berapa anda gajian, dapat penghasilan, atau dapat kiriman 😄
Biasanya begitu ya, begitu dapat gaji langsung berasa semua pening dan gelisah hilang. Dulu saat saya masih bekerja di ranah publik, tanggal muda kami sama seperti keluarga pegawai negeri pada umumnya, tanggal 1. Tapi sekarang mundur menjadi tanggal 20 setiap bulannya, dan pertanyaan suami tentang budget mungkin baru muncul di minggu ketiga, "Mel, masih ada jatah makan diluar gak?" tipikal keluarga pekerja ya.. mungkin berbeda kondisinya dengan keluarga dengan wirausaha sebagai penghasilan utamanya.
Tapi disini yang saya mau bahas bukan masalah tanggal tua dan belanjanya, tapi soal pencatatan transaksinya. Mumpung masih awal tahun, resolusi mencatat pengeluaran dan budgeting nya sudah sampai mana kah? 😁
Masih Bulan Januari, masih ada beberapa hari untuk mencatat yang terlewat kemarin. Biasanya jika sudah terbiasa mencatat dan membuat anggaran belanja, tanggal tua maupun muda tidak terlalu berpengaruh. Apalagi jika kita bisa memantau sudah berapa persen dari budget bulanan atau tahunan yang digunakan. Niscaya keinginan belanja atau makan dan jajan diluar akan teredam dengan sendirinya..hihi
Pernah dengar soal latte factor?
Istilah yang dikemukakan oleh David Bach. Latte factor ini adalah pengeluaran-pengeluaran kecil yang rutin dilakukan yang sebenarnya tidak terlalu penting dan bisa dihilangkan kalau kita mau lebih berhemat.
Apa contohnya? banyak.
Bisa berupa jajan kopi di cafe, kongkow bersama teman-teman selepas ngantor, biaya transfer antar bank (yang ini receh tapi lumayan banget kalau dikumpulkan), food delivery (bisa sekedar snack sore atau minuman boba), sampai biaya transport online.

Disamping ini saya berikan contoh tampilan aplikasi money management yang saya pakai ya. Budget bisa ditentukan sendiri (saya pernah bahas DISINI), nama dan kategori juga bisa kita setting. Kalau melihat bagian hijau ini masih lebih besar daripada porsi merah, saya masih tenang. Yang agak membuat senewen saat si merah sudah makin besar padahal tanggal 20 masih lama. Atau sebaliknya, sudah tanggal 20 tapi budget masih belum memenuhi persentase rata-rata.. biasanya ini karena ada pengeluaran yang terlupa dicatat. Kan jadi membuat kebahagiaan semu ya buibuu 😂😂
Dari tampilan tersebut bisa di cek kembali semua transaksi yang ada di masing-masing budget dan account. Dan dari sini bisa kita tau latte factor apa saja yang selama ini memberatkan finansial keluarga.
Beberapa minggu yang lalu, ada seorang teman, sese-mamak di Jerman yang bertanya tentang tools bantu catatan keuangan ini. Biasanya masalah bagi kami pejuang rupiah di negeri rantau adalah money management dengan mata uang ganda. Gajian pakai mata uang disini, tapi billing di Indonesia pun masih ada 😅 Belum lagi ada target nominal yang harus diubah menjadi rupiah.
Alhamdulillah tools yang kami pakai bisa mengakomodir lebih dari satu mata uang dan kami juga menggunakan versi pro nya supaya bisa menggunakan account lebih banyak. Dibawah ini contoh tampilan dari tools yang kami gunakan, maaf ya jadi menyebutkan merk bank nya (bukan endorse maupun iklan berbayar).
Aplikasi ini hanya salah satu contoh saja, mungkin ada yang lebih cocok untuk masing-masing kondisi dan pribadi (serta handphone nya). Dan saat ini dengan maraknya uang digital di Indonesia, aplikasi digimoney ini bisa digunakan juga untuk budgeting. Saya pribadi tetap mencatat di aplikasi terpisah, karena belum semua merchant bisa menggunakan digimoney yang kami miliki dan kadang masih lebih memilih menggunakan cash (apalagi saat terjadi gangguan listrik atau sistem).
Semoga sharing kali ini bisa membantu mengembalikan semangat ya Bu.
Sekali lagi, mencatat keuangan ini bukan berarti menghitung-hitung kekayaan setiap saat, tapi diniatkan untuk jadi upaya kita untuk minimal mandiri secara finansial, tidak menjadi beban bagi keluarga apalagi orang tua. Syukur-syukur bisa membantu sesama.
No comments:
Post a Comment